Jumat, 18 Maret 2011

Rapot



        Rapot. Hanya itu yang bisa ia banggakan atas dirinya. Nama panjangnya Clavia, tapi Ia lebih sering dipanggil Clave. Ia adalah seorang anak yang sangat cerdas dan bisa dibilang jenius terutama pada pelajaran matematika dan fisika. Sejak kecil, ia memang sudah bisa dibilang pandai. Kemajuan belajarnya sangat pesat melebihi teman- teman yang lain. Ia juga merupakan peraih NEM tertinggi di Jakarta.
        Ia adalah anak emas para guru. Berbagai penghargaan dan piala di bidang akademis sering diraihnya . Sayangnya, kepandaiannya itu tidak membuatnya mempunyai banyak teman. Teman-temannya hanya mau mendekatinya bila ada perlu seperti minta diajari untuk ulangan atau jika mereka tidak mengerti soal pekerjaan rumah mereka.
        Teman- temannya menganggap ia suka cari muka di depan guru. Tidak ada yang mau duduk sebangku dengannya karena menurut mereka dia kurang asik diajak ngobrol alias kurang gaul. Kuper. Begitu kata teman- temannya. Alhasil ia pun lebih sering berteman dengan buku dan komputer. Ia berteman dengan dunianya sendiri
        Penampilan Clave memang terkesan kurang gaul. Kerah atasnya selalu dikancing, kacamata tebal, baju selalu rapih dimasukkan, selalu memakai ikat pinggang bahkan kaos kakinya itu tingi sementara teman- temannya yang lain melipat kaos kakinya.

***********

         "Anak-anak besok ada pembagian Rapot Mid Semester genap. Jangan lupa sampaikan undangan untuk orangtua kalian," ucapan Sir Mario tertelan suara para murid yang kelihatan gelisah dan ngeri melihat hasil belajar mereka. Apalagi dipojok kelas terlihat raut gelisah dari anak- anak IBC ( Iseng Banget Club). Mereka adalah kumpulan anak-anak gaul dan modis , tapi sayangnya otak mereka tak sekeren penampilannya. Nilai mereka rata-rata pas-pasan
         Sementara itu dimejanya Clave tersenyum senang. Inilah saat yang ditunggu-tunggu. Ia sangat senang melihat reaksi teman-temannya. Apalagi melihat reaksi anak- anak IBC yang memang sering mengejeknya. Ia merasa diatas angin. Angka-angka yang muncul di kertas nilai rapotnya itu seperti medali kemenangan baginya. Besok adalah hari kemenangannya.
         Saat istirahat kedua, seperti biasa ia pergi ke perpustakaan. Ia masuk dengan hati yang riang gembira. Sir Anton, penjaga perpustakaan sudah menebak mengapa Clave kelihatan sangat senang.
        "Wah, besok mau bagi rapot ya Clave? Seneng banget nih kayaknya.." kata Sir Anton.
        "Iya sir.. haha ..kan kita harus semangat menerima hasil belajar kita ^^" kata clave
        "Tau deh yang pinter" kata Sir Andre , guru mat Clave tiba-tiba.
        "Biasa aja sir. Hehe.."jawab Clave sambil tersenyum.
         Sebenanya Clave kalau tersenyum kelihatan sangat ramah. Sayangnya, saat dikelas, Clave jarang tersenyum pada teman-temannya. Ia lebih sering menampakkan sosok dingin dan misterius di kelas. Sosok dinginnya akan cair bila ia ngobrol dengan guru.
         Keesokan harinya, Clave memasuki ruang kelasnya bersama mamanya. Mamanya yang sudah tau bagaimana hasil rapot Clave terlihat santai -santai saja. Begitu juga Clave. Sesampainya di kelas, wali kelasnya memberikan rapotnya.
         Begitu rapot dibuka... Gila ! Nilanya paling rendah hanya 80. Clave tersenyum senang. Mamanya juga tersenyum. Setelah itu mereka meninggalkan ruang kelas dan bergegas pulang.
         Saat perjalanan pulang, Clave sebenarnya senang , tapi ia ingin seperti anak  anak IBC yang gaul dan modis. Ia bertekad ingin mengubah dirinya.
         "Ma, boleh ga kita ke toko kacamata bentar aku rasa kacamataku ketebelan. Aku pingin pake soft lens," kata Clave.
         "Iya-iya boleh." kata mamanya. Akhirnya mereka pergi ke toko kacamata . Akhirnya Clave sekarang memakai soft lens.
          Ia juga ingin mengganti Handphonenya yang sudah jadul dengan BlackBerry. Sebenarnya mamanya agak bingung dengan perubahan sikap anaknya. Tapi ia berpikir toh mungkin Clave ingin sedikit merubah penampilan.
          Sesampainya di rumah, Clave mempost pin BB nya di facebook. Tak lama kemudian ada beberapa teman yang meng-addnya. Ia hanya mendapat 10 orang. Tapi Clave yakin, saat Ia menunjukkan penampilannya besok di sekolah, teman- temannya akan terpana dan akan banyak yang meng-addnya.
          Keesokan harinya, sebelum berangkat sekolah, Clave merubah sedikit dandanannya. Kerah paling atas ia tidak kancingkan, bajunya sedikit ia keluarkan, kaos kakinya sengaja ia lipat.
          Sempurna. Pasti anak-anak akan terkejut, pikirnya.
          Dugaan Clave tepat. Semua anak terpana melihat penampilannya, termasuk anak-anak IBC. Clave sangat senang melihat reaksi teman-temannya. Ia pun menyebarkan no pinnya. Oh iya, hari ini Clave tidak duduk sendiri, ia bergabung bersama anak-anak IBC. Selama pelajaran mereka asyik mengobrol dan tidak mendengarkan penjelasan guru.
          Saat istirahat, Clave tidak pergi ke perpustakaan. Ia memilih untuk makan dan mengobrol bersama teman-teman barunya. Begitu selanjutnya sampai pelajaran terakhir. Beberapa guru terlihat bingung dengan perubahan sikap Clave tapi mereka hanya diam.
          Sesampainya di rumah , Clave membuka BBnya dan melihat ada sekitar 30 orang yang meng-addnya.
          Not bad lah buat pemula, pikirnya. Ia bertekad untuk terus melanjutkan hal ini.

*1 bulan kemudian*

         Clave benar-benar berbeda. Ia kini tampak selalu bersama anak-anak IBC. Penampilannya pun menjadi lebih modis. Rambutnya mengikuti trend dan lihat bajunya. Sekarang semuanya keluar dan ia idak memakai belt.
         Tentu saja ini ada dampaknya. Nilai pelajaran Clave terjun bebas. Ia kini jadi sering ditegur guru dan predikat anak teladan yang dulu disandangnya kini lenyap entah kemana. Sekarang ia sudah punya pacar. Sering berganti- ganti malah. Cowok mana sih yang tidak mau dengan intan yang sudah dipoles sampai bercahaya?
         Clave tidak peduli dengan Ujian kenaikan Kelas yang sudah semakin dekat. Ia tetap saja asyik dengan teman-teman barunya. Sampai akhirnya, tanpa disadarinya ujian kenikan kelas telah ada di depan matanya. Ia berusaha belajar, namun otaknya malah sering teralihkan ke BB dan facebooknya, akhirnya nilainya pun hampir semuanya jeblok.

**********
        "Anak-anak.. besok pengambilan rapot semester genap dan keputusan naik tidaknya kalian ada di sini," kata Sir Mario . Suara gelisah anak- anak kembali terdengar sama seperti dulu. Hanya kali ini bedanya Clave tidak lagi tersenyum seperti dulu. Peluh membanjiri mukanya. Ia punya firasat bahwa ia tidak naik kelas.
         Keesokan harinya ia dan mamanya juga mengambil rapot. Kali ini Clave tidak ceria seperti dulu. Ia melangkahkan kaki ke kelasnya dengan berat hati. Sesampainya di kelas, Sir Mario memberikan rapot pada mama Clave.
         Alangkah terkejutnya mama Clave ketika melihat nilai Clave dan tulisan bahwa Clave tidak naik kelas. Begitu juga Clave. Ia tertunduk pasrah. Bulir- bulir air mata mengalir keluar dari pipinya.
         Ya, kini hanya penyesalan yang tersisa bagi dirinya.

Minggu, 13 Maret 2011

Jantung untuk Barry


        Aku Reza. Aku terlahir di keluarga yang cukup berada dan dilimpahi oleh kasih sayang kedua orang tuaku yang lebih dari cukup. Mereka selalu menyediakan waktu untukku. Aku merasa aku adalah anak yang paling beruntung di dunia. Tapi itu sebelum adikku lahir
        Adikku memang sudah kuanggap pembawa masalah sejak lahir. Ia menyebabkan mama meninggal saat melahirkannya. Dan sesudah lahir ia juga menyusahkan. Ia lahir dengan mempunyai penyakit di jantung. Lemah jantung. Begitu kata dokter pada papa.
        Semenjak itu, perhatian papa kepadaku mulai berkurang, atau hilang sama sekali tepatnya. Perhatiannya tercurahkan sepenuhnya pada Barry. Aku bukan cemburu pada adikku seperti kebanyakan kakak, tapi itulah kenyataannya. Bila aku bertanya PR yang tidak aku mengerti, papa malah mengibaskan tangannya menyuruhku pergi dan berusaha sendiri. Ia malah memanggil Barry dan bertanya apakah ada PR yang tidak ia mengerti.
        Semenjak itu, aku berusaha merebut kembali perhatian papa walau sedikit saja dengan menonjolkan diriku di berbagai mata pelajaran. Ya, nilaiku hampir semuanya A, paling kecil B-. Tapi papa tetap saja cuek bila aku menunjukkan hasil ujianku . Ia hanya berkata "Oh"atau "Ya".
        Papa tidak memperhatikan tubuhku yang semakin kurus dan kesehatanku yang semakin merosot karena terlalu banyak belajar dan kurang tidur. Ia justru sering bertanya pada Barry: " Apa kamu sudah makan Barry?" "Apa kamu merasa sehat ,nak?" Aku sangat muak dangan hal itu

*5 tahun kemudian*

         Aku masih sama seperti dulu. Remaja kuper yang selalu menyabet berbagai penghargaan di bidang akademis. Akhirnya setelah melihat kemampuanku yang bagi mereka terlihat luar biasa , sekolahku memberikan beasiswa ke China untukku dan mengundang orang tuaku untuk membicarakan hal itu. Seperti dugaanku, ayah tidak datang. Akhirnya aku gagal mendapatkan beasiswa itu
         Benih- benih kebencian yang kutanam sejak lama itu pun mengakar semakin kuat dan tumbuh dengan subur di hatiku. Akhirnya aku memutuskan, jika aku tidak dapat mendapat kembali perhatian papa, maka Barry juga tidak bisa. Ia harus mati!
         Kesempatan yang menggiurkan itu pun datang. Saat pulang sekolah, aku melihat Barry sedang kesakitan di ranjangnya. Mungkin pembantuku lupa memberinya obat. 
         Akhirnya, kataku dalam hati. Erangan Barry semakin lama semakin keras. Aku melihat jam tanganku. Sudah 15 menit. Ternyata ia mati lama juga. Tiba-tiba pembantuku menghambur masuk ke kamar Barry . Mungkin ia mendengar suara rintihan Barry. "Astaga Tuan. Tahan sebentar tuan. Saya akan segera menelepon ayah tuan," ucapnya panik sambil berlari ke telepon yang terletak di ruang tamu.
        Gagal lagi, pikirku dengan geram sementara itu pembantuku segera menelepon papa.
       Seperti yang kuduga, sesampainya di rumah papa segera membawa Barry ke rumah sakit. Karena penasaran, aku pun membuntuti papa dengan mobilku. Saat aku sampai, papa sedang berbicara dengan dokter.
        "Maaf pak, keadaan jantungnya sudah sangat buruk. Harus ada yang mendonorkan jantung untuknya." kata dokter. Papa dengan emosi mengguncang bahu dokter itu.
        " Apa??? Tidak mungkin !! Istriku sudah mengorbankan dirinya saat melahirkan Barry. Apa sekarang aku harus kehilangan orang yang kucintai lagi? Coba cari cara lain dok !"
       "Ini tidak ada hubungannya dengan kematian istri bapak! Jantunganya sudah lemah sejak lahir! Terimalah kenyataan ini pak!" kata dokter tersebut. Nada suaranya meninggi. Ia mulai ikut emosi.
       Papa mengendurkan cengkramannya. Bahunya berguncang. Dapat kulihat keputus asaan melalui kedua bola matanya. Ia berusaha menahan tangisannya. Entah apa yang merasukiku, tiba-tiba aku merasa kewajibanku sebagai seorang kakak adalah melindungi adiknya. Aku maju menuju dokter itu.
        "Dok, aku ingin memberikan jantungku untuk adikku." kataku dengan suara tegas. Dokter tersebut membelalak tak percaya.
        "Jangan lakukan hal itu nak. Itu membahayakan nyawamu." kata dokter itu. Aku tak peduli. Tekadku sudah bulat.
        Tiba-tiba papa melihat ke arahku dan memelukku. "Maafkan papa jika selama ini papa kurang memperhatikanmu nak. Papa bukan ayah yang baik untukmu. Papa sayang padamu Za." kata papa di tengah tangisannya.
        Aku merasa rantai yang membelenggu tubuhku tiba- tiba terlepas dengan sendirinya. Akhirnya aku mengetahui kalau papa sangat menyayangiku. Hal itu sudah cukup bagiku. Aku seperti makin mendapat dukungan untuk memberikan jantungku untuk adikku.
        Sesampainya di rumah aku segera mengambil pisau dan memotong urat nadiku pada tangan sebelah kiri sementara tangan kananku memegang selembar kertas bertuliskan: "Donorkan jantungku untuk Barry". Sebelum itu aku meminum obat tidur yang aku tahu diam-diam sering diminum oleh papa.
        Hal yang terakhir kuingat adalah aku merasakan nyeri pada tanganku dan aku mendengar teriakan papa. Setelah itu aku jatuh tertidur dalam tidur yang abadi.